Home
»
Posts filed under
Dinamika Kebudayaan
Tradisi ‘Mudik alias Pulang Kampung’
tentunya sudah familiar di telinga kita. Mudik merupakan agenda akhir tahunan pada setiap menjelang hari lebaran.
Mudik sudah menjadi fenomena sosial dan merupakan bagian warisan
sosio-kultural ketika pada saat menjelang lebaran, hal tersebut bisa
kita lihat di berbagai tempat antrian yang begitu padat di karenakan
komposisi penduduk yang setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Mereka senantiasa sangat antusias untuk
melakukan mudik ke kampung halaman masing-masing. tak peduli harus
membayar mahal tiket mudik akibat kenaikan ongkos menjelang lebaran,
harus antri tiket jauh-jauh hari sebelum lebaran, tak jarang banyak yang
tak kebagian tiket sehingga harus harus rela berdiri dan
berdesak-desakkan dan sampai ironisnya ada yang menelan korban dengan
fenomena seperti ini. Hal itu bisa dilihat (potret) melalui media massa
elektronik TV, antrian begitu padat yang ada di terminal, stasiun,
pelabuhan, maupun yang ada di bandara.
Secara terminus dan berbagai sumber yang ada bahwa istilah mudik berasal dari kata “udik “yang
berarti kampung atau desa. Jika diartikan secara umum bahwa mudik
berarti balik atau pulang ke daerah asal. Sedangkan mudik menurut Kamus
Bahasa Indonesia WJS Poerwadarminta (1976) adalah
pulang ke udik atau pulang ke kampung halaman bersamaan dengan datangnya
hari lebaran. Mudik menjadi euforia tersendiri bagi sebagian besar
orang, karena hanya di rayakan setiap tahun sekali khusunya yang ada di
kota besar metropolitan.
Faktor Pendorong
Tak di pungkiri bahwa era sekarang di
sebut sebagai era IPTEK (Informasi Teknologi dan Komunikasi) dengan
menghasilkan berbagai produk seperti handphone, BBM (blackberry),
internet melalui jejaring sosial (facebook, twitter, dll). Dengan produk
yang di hasilkan tersebut memberikan kemudahan tersendiri ketika
melakukan komunikasi secara audio visual dan juga yang tak memungkinkan
untuk di jangkau oleh seseorang. Tetapi masyarakat merasa bahwa
komunikasi audio visual tersebut hanya bersifat teknologis instrumental
(alat) yang di sebut dalam pandangan Jurgen Habermas. Bagi mereka, tradisi mudik tidak bisa tergantikan karena mempunyai suatu makna tersendiri yakni makna yang bersifat sosio-kultural.
Menurut Sosiolog UGM Arie Sudjito,
ada beberapa hal yang menyebabkan teknologi tidak bisa menggantikan
tradisi mudik. Salah satunya, disebabkan teknologi tersebut belum
menjadi bagian dari budaya yang mendasar di Indonesia, terutama yang ada
pada masyarakat pedesaan. Setidaknya ada empat hal yang menjadi tujuan
orang untuk melakukan mudik dan sulit digantikan oleh teknologi :1.
Mencari berkah dengan bersilaturahmi dengan orangtua, kerabat, dan
tetangga.2. Terapi psikologis 3. lebaran untuk refreshing dari
rutinitas pekerjaan sehari-hari 3. Mengingat asal usul 4. Unjuk diri,
bahwa mereka telah berhasil mengadu nasib di kota besar.
Makna Sosio-Kultural
Dalam hubungan kekerabatan dalam rumah tangga kita mengenal dengan istilah keluarga inti (extented family) dan keluarga besar (nuclear family). Keluarga inti (extended family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum dewasa atau belum kawin, sedangkan keluarga besar (nuclear family) adalah keluarga yang terdiri lebih dari satu generasi.
Untuk itu, yang termasuk di dalam golongan keluarga yang bercirikan sebagai nuclear family
(keluarga besar) tak lengkap rasanya ketika tidak merayakan yang
namanya tradisi mudik lebaran untuk berkumpul di kampung halaman,
bercengkrama, mengingat romantisme masa lalu yang pernah di jalani. Di
samping itu ketika keinginan tersebut untuk melakukan mudik tidak
tercapai, bisa saja mereka mengidap efek psikologis yang sangat amat
mendalam karena mereka tidak bisa berkumpul dengan orang tua tercinta
maupun sanak keluarga yang ada.
Dengan mudik orang yang bercirikan tipe keluarga besar (nuclear family) mereka
jauh kepada sanak keluarga yang ada di kampung halaman. Tipe yang
bercirikan seperti ini adalah merekalah yang hidup mandiri khususnya
yang ada di masyarakat perkotaan. Mereka sangat merasakan yang namanya
pahit manisnya ketika hidup di masyarakat perkotaan. Mereka
bercampur-baur melakukan proses akulturasi dengan masyarakat lain,
bahkan tak jarangpun mereka yang tercerabut dari sisi kemanusiaan yang
di miliki di karenakan lingkungan kerja dan mereka yang teralienasi
dengan lingkungan sosial.
Tentunya, hal tersebut terjadi karena
rutinitas mereka yang telah menyita telah menjadikan manusia, seperti
apa yang disebut oleh Lewis Yablonsky sebagai “robopaths”. Robopaths
telah kehilangan kreatifitas dan inovatif. Bagi penulis, tanpa maksud
untuk menggeneralisir bahwa hidupnya yang seperti ini mereka yang ada
dan terkooptasi di dalam lembaga institusional yang bersifat struktural.
Untuk itu dalam kesempatan tertentu
seperti dengan adanya tradisi mudik lebaran, orang-orang yang kemudian
pernah mengalami suatu masalah ketika berada di lingkungan kerja dan
merasa sifat kemanusiaanya telah tercerabut akan sedikit meminimalisir
suatu keadaan atau masalah yang telah di hadapi dan ketika melakukan
tradisi mudik lebaran mereka akan merasakan masa lalunya ketika berada
di kampung halaman.
Peristiwa dalam pandangan seperti ini secara sosiologis menurut Pierre Bouerdieu,
akan membawa kita ke dalam refleksi kedirian, pengetahuan, selera, dan
makna yang bersifat sosial dan memiliki hubungan antara kelas lain
(Scott Lash, Sosiologi Posmodern; 2004).
Selain itu, Kebutuhan semacam ini menurut Abraham Maslow
merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi manusia. Menurut Maslow
kebutuhan yang mendasar atau tidak, tidaklah menjadi suatu masalah yang
penting tetapi bagamaimana mereka meninggalkan sementara segala
kepenatan yang ada di kehidupan masyarakat perkotaan.
Dengan mudik, menurut sosiolog Emile Durkheim (1859-1917)
disebut dengan solidaritas organik. Mudik bisa menjadi salah satu jalan
melanggengkan solidaritas organik itu ketika masyarakat sebelum dan
sesudah hari raya kadang sibuk dengan urusan masing-masing yang bisa
saling melupakan silaturahmi antar sesama.
Dengan mudik akan terjalin proses interaksi sosial (social contact),
dengan itu kita bisa meluangkan perasasaan-perasaan yang ingin di
sampaikan kepada orang lain, baik itu kepada kedua orang tua tercinta
dengan mengucapkan maaf lahir batin atas kesalahan yang pernah di
lakukan, mereka berbagi kepada tetangga, keluarga, maupun para sahabat
ketika pada saat waktu kecil berada di kampung halaman. Dengan itu
ketika proses komunikasi terjalin akan memberikan sebuah reaksi terhadap
perasaan yang ingin di sampaikan, hal senada di katakan Maryati dan Suryawati (2003).
Momen seperti ini jarang kemudian
terjalin di tengah kesibukan dan aktivitas diri masing-masing apalagi
yang hidup di masyarakat perkotaan. Selain itu dengan melakukan mudik
dalam tinjauan sosiologis, ada sebuah ciri nilai sosial yang kemudian
kembali terjalin terhadap sesama keluarga, tetangga, maupun sahabat.
Ciri nilai sosial tersebut kemudian di representasikan sebagai saling
memotivasi diri, saling memberikan sugesti, di jadikan sebagai ajang
sharing baik permasalahan yang bersifat pribadi maupun yang bersifat
sosial kemasyarakatan.
Selamat Mudik
sumbere referensi : Kompasiana
TES
11:08:00 PM
NJW Magz
Bandung Indonesia

Tradisi Mudik dan Maknanya dalam perspektif Sosiologi
Sinau Sosiologi (Belajar Sosiologi)
Updated at:
11:08:00 PM
TES
»
Sinau Sosiologi (Belajar Sosiologi)
Uang receh adalah uang koin yang memiliki
nominal yang lebih kecil dari pada uang kertas.
Uang receh juga sering disebut uang logam, uang koin ataupun uang pecah oleh
masyarakat. Uang receh menjadi bagian dari kehidupan ekonomi sebagian
masyarakat. Di dunia marketing, uang receh punya peran dalam pembentukan odd
price. Orang Marketing senang menggunakan odd price, yakni harga
psikologis untuk membuat konsumen merasa bahwa produk yang dibeli tidak mahal.
Kita bisa melihat odd price ini seperti 9.999 atau 5.555. Selain
membuat produk terkesan tidak mahal, odd price diperlukan untuk
menjaga harga agar tetap kompetitif dibandingkan competitor
Kehadiran uang receh juga memiliki makna
tersendiri bagi mahasiswa . Dari
hasil Observasi dan wawancara mahasiswa-mahasiswi salah satu universitas negeri disurakarta ), mahasiswa ini mempunyai perlakuan unik terhadap
uang receh sesuai dengan latar belakangnnya masing-masing dari yang
mengganggapnya hanya sebagai nilai tukar yang kecil sampai ada yang menganggap
bahwa uang receh adalah sesuatu yang “amazing”.
Berbagai fenomena gerakan social yang menggunakan uang receh sebagai medianya ternyata sedikit banyak juga mempengaruhi persepsi mahasiswa-mahasiswa
ini tentang makna uang receh baginya. Bahkan
beberapa dari mahasiswa ini terlibat dalam gerakan-gerakan social yang
menggunakan uang receh sebagai medianya.
B. Herarki Oposisi Makna uang receh
Uang Receh adalah salah satu jenis uang yang sah
digunakan sebagai alat tukar. Di lingkungan kampus yang padat dengan jadwal
kuliah , peredaran uang receh juga menjadi bagian dari kehidupan mahasiswa.
Mahasiswa Kos dan mahasiswa yang yang
mempunyai pekerjaan sampingan ternyata akrab dengan uang receh ini. Mahasiswa
mahasiswa ini biasanya mendapatkan uang receh dari berbagai kegiatan, ada yang
dari uang kembalian belanja, maupun dari menemukannya dijalan. Kebanyakan dari
mahasiswa menggunakan uang receh sebagai alat pembayaran ketika kondisi
keuangan mereka sedang “seret”. “ Ya pake
uang receh kalo kondisi keuangan lagi seret aja, kalo punya uang besar yang
nggak pake recehan ,”kalo lagi kepepet
ya nggak malu apalagi kalo pake tantangan lebih nggak tau malu lagi
bayar pake uang recehan ,uang receh kan juga duit sah ”, jawab
arif seorang mahasiswa sosiologi antropologi yang kemarin sempat saya
wawancarai . Beberapa mahasiswa
berpendapat bahwa uang receh memang mempunyai
keterbatasan dalam segi nilai dan
kepraktisan. Arnas seorang mahasiswa pengumpul uang receh yang ketika itu saya wawancarai
berkata bahwa “uang receh itu kalau
dibawa krincing-krincing bunyinya jadi disimpen di kos aja” hal ini
menandakan bahwa uang receh memang begitu sulit dan merepotkan ketika akan
dibawa kemana-mana. Bahkan beberapa dari mereka lebih memilih untuk
mengumpulkannya daripada harus menggunakannya dalam kegiatan ekonomi. Seperti
yang dilakukan oleh Fedri salah satu mahasiswa yang juga bekerja paruh waktu
diwarung nasi uduk “Cak Noer” ia mengumpulkan uang receh dengan berbagai
nominal sampai bertoples-toples jumlahnya dari pada membelanjakannya.
Uang receh sebagai uang hanya dipandang sebagai alat
tukar dan satuan hitung yang bersifat kecil ,misalnya ketika digunakan dalam
suatu kegiatan ekonomi, Uang receh hanya mampu menjangkau barang-barang yang
harganya relative murah. “Pernah juga beli
barang dengan uang receh tapi sangat
jarang ya kalau kondisi lagi kepepet aja . paling besar belanja dengan uang
receh sebesar Rp. 5.000,- terdiri dari Pecahan Rp200,- sampai Rp. 500,-
jawab arif. “Pernah juga belanja dengan
uang receh tapi sangat jarang . paling besar belanja dengan uang receh sebesar
Rp. 3.000,- terdiri dari Pecahan Rp. 500,- Untuk membeli Gorengan Di dekat
rumah soalnya yang jualan tetangga sendiri kalau bukan tetangga sendiri ya
nggak pake uang receh ”jawabnya.
C. Oposisi Biner tentang makna Uang
receh
Menurut George
Herbert Mead, cara manusia mengartikan dunia dan dirinya sendiri berkaitan
erat dengan masyarakatnya. Mead melihat pikiran (mind) dan dirinya (self)
menjadi bagian dari perilaku manusia yaitu bagian interaksinya dengan orang
lain. Mead menambahkan bahwa sebelum seseorang bertindak, ia membayangkan
dirinya dalam posisi orang lain dengan harapan-harapan orang lain dan mencoba
memahami apa yang diharapkan orang itu (Mulyana, 2007).
Konsep
diri (self consept) merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap
pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik
pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk
hidup lainnya. Keunikan konsep diri pada setiap individu pun relatif
berbeda-beda karena antara individu satu dengan individu lainnnya mempunyai
pola pikir yang berbeda.Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena
interaksi dengan lingkungannya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian
membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan. Konsep diri yang
dimiliki individu dapat diketahui melalui informasi, pendapat dan penilaian
atau evaluasi dari orang lain. Diri juga terdiri menjadi dua bagian yaitu diri
obyek yang mengalami kepuasan atau kurang mengalami kepuasan dan diri yang
bertindak dalam melayani diri obyek yang berupaya memberinya kepuasan.
Menurut
Mead, tubuh bukanlah diri dan baru menjadi diri ketika pikiran telah
berkembang. Sementara disisi lain bersama refleksivitasnya, diri adalah sesuatu
yang mendasar bagi perkembangan pikiran. Tentu saja mustahil memisahkan pikiran
dari diri, karena diri adalah proses mental. Namun, meskipun kita bisa saja
menganggapnya sebagai proses mental, diri adalah proses sosial. Mekanisme umum
perkembangan diri adalah refleksivitas atau kemampuan untuk meletakkan diri
kita secara bawah sadar ditempat orang lain serta bertindak sebagaimana mereka
bertindak. Akibatnya, orang mampu menelaah dirinya sendiri sebagaimana orang
lain menelaah dia (Ritzer, 2004).
Dengan
menyerasikan diri dengan harapan-harapan orang lain, maka dimungkinkan terjadi
interaksi, semakin mampu seseorang mengambil alih atau menerjemahkan
perasaan-perasaan sosial semakin terbentuk identitas atau kediriannya. Ada tiga
premis yang dibangun dalam interaksi simbolik yaitu;
1. manusia bertindak berdasarkan
makna-makna,
2. makna tersebut didapatkan dari interaksi
dengan orang lain, dan
3. makna tersebut berkembang dan
disempurnakan ketika interaksi tersebut berlangsung
Pemaknaan uang receh sebagai alat tukar
kini mulai luntur. Dengan segala keterbatasannya kebanyakan mahasiswa lebih
memilih uang kertas dari pada uang receh sebagai alat tukar atau alat
pembayaran. Alasannya jelas, uang kertas yang notabene bernominal besar lebih simpel
dan praktis dalam pembawaan maupun penggunakannya. Dibandingkan dengan nilai tukarnya, nilai
simbolik uang receh ternyata lebih mempunyai daya tarik tersendiri kususnya
bagi mahasiwa-mahasiswa ini. Makna Simbolik dari sebuah uang receh ternyata
sempat menjadi fenomena besar dimasyarakat. Pergerakan social menuju perubahan
dapat terjadi olehnya. Uang receh digalangkan untuk
melawan ketidakadilan hukum pada kasus prita , uang receh digunakan
sebagai bentuk riil dari sebuah rasa
peduli terhadap sesama seperti kasus bilqis dan juga uang receh pun kerap disebut dengan uang
pengemis atau pengamen karena penggunakannya yang seakan diperuntukan pada
mereka. Hal ini merupakan contoh nyata dimana uang receh lebih dipahami sebagai
sesuatu yang bersifat simbolik. Banyak mahasiswa yang menjadikan fenomena ini
menjadi pijakan bahwa uang receh lebih bermakna nilai simboliknya dari pada
nilai tukarnya. Selain seperti hal diatas mahasiswa juga memiliki pemaknaan sendiri terhadap
nilai uang receh sesuai dengan kepribadiannya masing masing. Mahasiswa seperti
Arnas yang seorang yang mempunyai naluri
seni Misalnya, ia memandang uang
receh sebagai symbol kreatifitas. Menurutnya ada beberapa kegunaan uang receh
yang tidak diketahui banyak orang. Uang receh ditangannya bisa dibuat karya
seni keajinan tangan. “uang receh itu
saya kumpulkan buat koleksi aja atau buat pajangan lalu kalo ada waktu senggang
saya susun jadi castile, patung atau mobil-mobilan”,jawabnya. “Uang receh itu awet, dengan bahan dasar yang
tidak gampang rusak itu uang receh dapat dimanfaatkan untuk membuat hiasan atau
karya seni yang indah bernilai jual tinggi . “ Dulu Saya pernah membuat
tumpukan uang receh berbentuk rumah dan ditawar oleh teman saya untuk mahar
pernikahannya sebesar Rp. 1 Juta tapi tidak saya berikan”, jawabnya .Menurutnya tidak etis jika memperjual
belikan uang untuk mendapat uang membuatnya pun juga susah susah gampang. (Wawancara
dengan arnas mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi 2009b yang
merupakan mahasiswa yang hobi mengumpulkan
uang receh ).
Pemakanaan lainya juga diberikan oleh
Gigih mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi yang sangat rutin mekakukan
perjalanan Solo-Sragen dengan sepeda motornya untuk mengikuti kegiatan kegitan
perkuliahan setiap harinya., Menurutnya uang receh merupakan simbolisasi dari
rasa kebersamaan dan gotong royong warga didesanya. “Pernah nyumbangdan ikut jaga malam, Untuk Jimpitan semacam iuran atau sumbangan
perumah untuk kas ronda yang biasanya digunakan uang membelikan makanan atau
minuman untuk yang jaga ronda”,jawabnya. jimpitan salah satu contoh dimana uang receh berfungsi sebagai pembentuk
rasa kebersamaan dan gotong royong antar warga kampung. Uang receh menjelma
menjadi suatu sarana bagi setiap warga desa untuk menunjukan rasa solidaritas
dan patisipatif kepada sesamanya yang sedang melakukan jadwal ronda malam.
Pemaknaan lain juga
di berikan oleh mahasiswa - mahasiswa yang mempunyai latar belakang organisasi.
Ardana dan Pendi misalnya, menganggap uang receh sebagai simbolisai dari
rasa kepedulian terhadap sesama. “ Pernah menggunakan uang receh , Ketika bakti sosial dan
menggalang dana untuk para korban merapi dulu.Sebagian besar orang memiliki
uang receh . ketika ada kegiatan sosial seperti
penggalangan dana misalnya untuk korban bencana, infak, pembangunan
jalan, disinilah uang receh dapat menyentuh berbagai lapisan sosial
masyarakat. ”Uang receh itu sebenarnya
uang yang simpel sayang masyarakat kita saja yang belum tahu cara
memanfaatkannya ”,jawabnya dengan 1 coin
uang receh dapat menunjukan rasa kepedulian kita terhadap sesama. ”justru karena
nilainya yang kecil itu uang receh cocok digunakan sebagai media gerakan sosial
yang melambangkan kekuatan rakyat”,tegasnya ( Wawancara dengan pendi dan ardana yang
merupakan mantan pengurus himpunan mahasiswa prodi Sosiologi Antropologi).
Organisasi memberikan berbagai pengalaman kepada mereka tentang pergerakan
sosial beserta realitasnya. Menggunakan uang receh sebagai infak merupakan
salah satu wujud dari rasa peduli tersebut. Uang receh dapat menyentuh semua
kalangan, dengan nilainya yang kecil itu hampir semua elemen msyarakat mudah
hal inilah yang menjadikan uang receh sebagai
simbolisasi dari kekuatan rakyat (Masyarakat kelas bawah).
Uang receh juga dimaknai berbeda oleh Fedri mahasiswa yang bekerja paruh
waktu di warung nasi uduk dan juga mempunyai bisnis kripik tahu ini. Menurutnya
Uang receh adalah sebagai media kritik yang dapat mempengaruhi mood seseorang
terutama pedagang. “Selain
Untuk belanja kripik, Saya biasanya juga
pake uang receh untuk member pelajaran para agen kripik tahu ketika tahu yang saya
beli ternyata sudah mlempem atau cacat produksi”, jawabnya Uang receh itu unik
kalau ada biasanya tidak terlalu diperhatikan tetapi kalau tidak ada orang
malah bingung mencarinya. “ uang receh itu dapat mempengaruhi mood
seseorang.”saat itu saya belanja keripik tahu sebesar Rp. 140.000,- dengan uang
receh, si penjual yang pada mulanya ramah dan murah senyum berubah jadi pasang
muka jutek, nada bicaranya pun menjadi tidak ramah “Uang receh itu memang tidak
praktis, menyita banyak tempat, dan orang sering memandang remeh karena
nilainya yang kecil Uang Receh itu alat pembayaran yang sah dinegara Indonesia “biarpun
nilainya kecil, uang receh jadi bagian dari hidup saya, uang saku saya, sekaligus sesuatu yang memberikan pengalaman
kepada saya betapa nggak mudahnya mencari uang “, jawabnya tegas. ( hasil Wawancara
dengan Fedri ketika saya temui berada di perpustakaan pusat di UNS )
D.
Kontruksi
makna Simbolik Uang Receh
Sudah menjadi sifat manusia untuk kurang
menghargai terhadap sesuatu yang kurang bernilai seperti halnya uang receh.
Uang receh dengan nilai yang sangat kecil cenderung tidak begitu digunakan dalm transaksi
pembayaran sehari-hari. Esensi uang receh sebagai alat tukar agaknya mulai
dikesampingkan oleh mahasiswa. Rasa malu membuat uang receh kini menjadi jarang
digunakan oleh mahasiswa dalam melakukan kegiatan ekonominya dan memilih untuk
menghimpunnya . Justru di lain sisi makna
simbolik dari uang receh yang kini dikonsumsi oleh mahasiswa ini. Nilai
simbolik uang receh dirasa lebih mempunyai manfaat penting dalam memberikan
dampak pada kehidupan sosialnya. Dalam realitas sehari-hari saja paling mudah
kita temui tentang seseorag yang membeir pengemis dengan uang receh, itu sudah
merupakan symbol kepedulian dari seseorang yang memberi itu. Makna uang receh
itu tercipta ketika seseorang mempunyai persepsi sendiri-sendiri dalam memaknai
itu. Misalkan makna uang receh dalam kasus Prita tentu akan berbeda dengan makna
uang receh ketika kita membeli barang di toko. Fungsi dasar uang receh memang
sebagai alat pembayaran, tapi dibalik itu semua masyarakat tidak sadar bahwa mereka
sebenarnya memaknai uang receh dari segi simboliknya dari pada nilai tukarnya. Dari pemaknaan –pemaknaan diatas dapat
dilakukan suatu kontruksi mengenai makna
uang receh yang kini lebih dipandang sebagai suatu yang melambangkan symbol
sosial antara lain seperti berikut :
1. Uang
receh sebagai simbol perlawanan
2. Uang
receh sebagai simbol kepedulian
3. Uang
receh sebagai symbol Kebersamaan
4. Uang
receh sebagai symbol masyarakat kecil
5. Uang
receh sebagai media kritik
DAFTAR
PUSTAKA
Christopher
Norris.2009.Membongkar Teori Dekonstruksi Jacques Derrida.Jakarta:Ar-Euss Media
Geoge
Ritzer-Douglas J.Goodman. 2008.Teori Sosiologi Modern( Edisi 6
).Jakarta:Kencana

Dekonstrusi Makna Uang Receh ( Kajian Etnografi )
Sinau Sosiologi (Belajar Sosiologi)
Updated at:
7:46:00 AM
TES
»
Sinau Sosiologi (Belajar Sosiologi)
Pengertian Kebudayaan
Menurut Sir Edward Tylor kebudayaan adalah kompleks keseluruhan dari
pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan semua
kemampuan dan kebiasaan yang lain yang diperoleh oleh seseorang sebagai
anggota masyarakat. Bila dinyatakan lebih sederhana kebudayaan adalah
segala sesuatu yang dipelajari dan didalami bersama secara sosial oleh
para anggota suatu masyarakat.
Kebudayan dapat dibedakan menjadi : kebudayaan material dan
nonmaterial. Kebudayaan material terdiri dari benda-benda hasil buatan
manusia, seperti alat-alat, mobil, bangunan, jalan, jembatan dan segala
benda fisik yang telah diubah dan dipakai orang. Benda-benda tersebut
disebut juga artefak. Kebudayaan nonmaterial terdiri dari kata-kata yang
dipergunakan orang, hasil pemikiran, adat istiadat, keyakinan yang
mereka anut dan kebiasaan yang mereka ikuti.
Sungkeman merupakan tradisi yang tergolong dalam kebudayaan nonmateril
Perkembangan Sosial dan Kebudayaan
Faktor Biologis
Akumulasi kebudayaan pada mulanya berjalan sangat lambat. Manusia hidup di alam terbuka atau di gua-gua, mereka menggunakan peralatan batu yang sederhana untuk menguliti binatang dan memotong-motong gumpalan daging; untuk menggali akar tanaman yang dapat dimakan, mereka mungkin juga menggunakan tongkat yang tajam ujungnya. Selama masa ini manusia menjadi peburu terlatih, tetapi banyak perdebatan mengenai apakah manusia purba ini betul-betul “manusia”. Kapasitas tengkorak mereka adalah antara 425 sampai 725 cm3, yang mirip dengan ukuran tengkorak jenis kera dan jauh dibawah ukuran manusia modern yang berkisar antara 1.000 sampai 2.000 cm3.
Faktor Biologis
Akumulasi kebudayaan pada mulanya berjalan sangat lambat. Manusia hidup di alam terbuka atau di gua-gua, mereka menggunakan peralatan batu yang sederhana untuk menguliti binatang dan memotong-motong gumpalan daging; untuk menggali akar tanaman yang dapat dimakan, mereka mungkin juga menggunakan tongkat yang tajam ujungnya. Selama masa ini manusia menjadi peburu terlatih, tetapi banyak perdebatan mengenai apakah manusia purba ini betul-betul “manusia”. Kapasitas tengkorak mereka adalah antara 425 sampai 725 cm3, yang mirip dengan ukuran tengkorak jenis kera dan jauh dibawah ukuran manusia modern yang berkisar antara 1.000 sampai 2.000 cm3.
Manusia purba hidup di alam terbuka
Evolusi Sosial
Evolusi biologis adalah salah satu gagasan yang menarik pada abad ke-19 yang disponsori oleh Charles Darwin. Para sosiologi kini ingin tahu apakah ada pola evolusi dalam perkembangan kebudayaan manusia dan kehidupan sosial. Auguste comte mengemukakan bahwa pemikiran manusia akan melalui tiga tingkatan yaitu: theologis, metafisis (filosofis) dan positif (ilmiah). Herbert Spencer terpikat oleh “social darwinism”. Ia memandang evolusi sosial sebagai serangkaian tingkatan yang harus dilalui oleh semua masyarakat yang bergerak dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang rumit dan dari tingkat homogen ke tingkat heterogen.
Evolusi biologis adalah salah satu gagasan yang menarik pada abad ke-19 yang disponsori oleh Charles Darwin. Para sosiologi kini ingin tahu apakah ada pola evolusi dalam perkembangan kebudayaan manusia dan kehidupan sosial. Auguste comte mengemukakan bahwa pemikiran manusia akan melalui tiga tingkatan yaitu: theologis, metafisis (filosofis) dan positif (ilmiah). Herbert Spencer terpikat oleh “social darwinism”. Ia memandang evolusi sosial sebagai serangkaian tingkatan yang harus dilalui oleh semua masyarakat yang bergerak dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang rumit dan dari tingkat homogen ke tingkat heterogen.
Masyarakat akan bergerak dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang rumit
Faktor Geografis
Iklim dan geografi pasti merupakan faktor penting dalam perkembangan kebudayaan. Perbedaan yang besar dalam iklim dan topografi merupakan rintangan yang serius untuk berbagai macam perkembangan kebudayaan. Peradaban yang besar tidak tumbuh di negara Antartika yang beku, diatas jajaran pegunungan yang tinggi atau di dalam hutan lebat. Di pihak lain, peradaban lama yang besar yang dikenal luas, berkembang dari dataran rendah lembah sungai.
Faktor Geografis
Iklim dan geografi pasti merupakan faktor penting dalam perkembangan kebudayaan. Perbedaan yang besar dalam iklim dan topografi merupakan rintangan yang serius untuk berbagai macam perkembangan kebudayaan. Peradaban yang besar tidak tumbuh di negara Antartika yang beku, diatas jajaran pegunungan yang tinggi atau di dalam hutan lebat. Di pihak lain, peradaban lama yang besar yang dikenal luas, berkembang dari dataran rendah lembah sungai.
Peradaban yang besar tidak tumbuh di negara Antartika yang beku
Organisasi Sosial Nonmanusia
Banyak mahluk nonmanusia memiliki sistem kehidupan sosial yang teratur. Banyak jenis burung berpasangan sepanjang hidup dan setia kepada pasangannya. Banyak jenis serangga seperti semut dan lebah memiliki pola kehidupan sosial yang rumit, lengkap dengan jabatan khusus. Perbedaan paling penting antara manusia dan mahluk lain terletak pada kemampuan belajar dimana kehidupan mahluk lain lebih didasarkan pada naluri bukan pada belajar. Dalam usaha coba-coba untuk memuaskan keinginannya, manusia menciptakan kebudayaan, dengan variasi yang sangat besar dari masyarakat ke masyarakat. Kebudayaan adalah suatu jenis substitusi untuk naluri karena kebudayaan memberi arah pada manusa dan membebaskan mereka dari usaha coba-coba yang terus menerus.
Organisasi Sosial Nonmanusia
Banyak mahluk nonmanusia memiliki sistem kehidupan sosial yang teratur. Banyak jenis burung berpasangan sepanjang hidup dan setia kepada pasangannya. Banyak jenis serangga seperti semut dan lebah memiliki pola kehidupan sosial yang rumit, lengkap dengan jabatan khusus. Perbedaan paling penting antara manusia dan mahluk lain terletak pada kemampuan belajar dimana kehidupan mahluk lain lebih didasarkan pada naluri bukan pada belajar. Dalam usaha coba-coba untuk memuaskan keinginannya, manusia menciptakan kebudayaan, dengan variasi yang sangat besar dari masyarakat ke masyarakat. Kebudayaan adalah suatu jenis substitusi untuk naluri karena kebudayaan memberi arah pada manusa dan membebaskan mereka dari usaha coba-coba yang terus menerus.
Lebah dan semuat memiliki organisasi sosial yang rumit tapi kehidupannya didasarkan atas naluri
Untuk materi selengkapnya dapat di download melalui link berikut silahkan klik disinikelanjutannya klik di link berikut klik di sini

Dinamika Kebudayaan
Sinau Sosiologi (Belajar Sosiologi)
Updated at:
2:34:00 AM
TES
»
Sinau Sosiologi (Belajar Sosiologi)