Home
»
Posts filed under
Karl marx
Teori ini didasarkan pada pemilikan sarana- sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat.
Asumsi Dasar
Teori konflik muncul sebagai reaksi dari munculnya teori struktural fungsional. Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini adalah pemikiran Karl Marx. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, teori konflik mulai merebak. Teori konflik menyediakan alternatif terhadap teori struktural fungsional.
Pada saat itu Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke- 19 di Eropa di mana dia hidup, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar. Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkis, kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis (false consiousness) dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima keadaan apa adanya tetap terjaga. Ketegangan hubungan antara kaum proletar dan kaum borjuis mendorong terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu revolusi. Ketegangan tersebut terjadi jika kaum proletar telah sadar akan eksploitasi kaum borjuis terhadap mereka.
Ada beberapa asumsi dasar dari teori konflik ini. Teori konflik merupakan antitesis dari teori struktural fungsional, dimana teori struktural fungsional sangat mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Teori konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Teori konflik melihat bahwa di dalam masyarakat tidak akan selamanya berada pada keteraturan. Buktinya dalam masyarakat manapun pasti pernah mengalami konflik-konflik atau ketegangan-ketegangan. Kemudian teori konflik juga melihat adanya dominasi, koersi, dan kekuasaan dalam masyarakat. Teori konflik juga membicarakan mengenai otoritas yang berbeda-beda. Otoritas yang berbeda-beda ini menghasilkan superordinasi dan subordinasi. Perbedaan antara superordinasi dan subordinasi dapat menimbulkan konflik karena adanya perbedaan kepentingan.
Teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu agar terciptanya perubahan sosial. Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa perubahan sosial dalam masyarakat itu selalu terjadi pada titik ekulibrium, teori konflik melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya konflik-konflik kepentingan. Namun pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai sebuah kesepakatan bersama. Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang dilakukan sehingga terciptalah suatu konsensus.
Menurut teori konflik, masyarakat disatukan dengan “paksaan”. Maksudnya, keteraturan yang terjadi di masyarakat sebenarnya karena adanya paksaan (koersi). Oleh karena itu, teori konflik lekat hubungannya dengan dominasi, koersi, dan power. Terdapat dua tokoh sosiologi modern yang berorientasi serta menjadi dasar pemikiran pada teori konflik, yaitu Lewis A. Coser dan Ralf Dahrendorf.
Teori Konflik Menurut Lewis A. Coser
Sejarah Awal
Selama lebih dari dua puluh tahun Lewis A. Coser tetap terikat pada model sosiologi dengan tertumpu kepada struktur sosial. Pada saat yang sama dia menunjukkan bahwa model tersebut selalu mengabaikan studi tentang konflik sosial. Berbeda dengan beberapa ahli sosiologi yang menegaskan eksistensi dua perspektif yang berbeda (teori fungsionalis dan teori konflik), coser mengungkapkan komitmennya pada kemungkinan menyatukan kedua pendekatan tersebut.
Akan tetapi para ahli sosiologi kontemporer sering mengacuhkan analisis konflik sosial, mereka melihatnya konflik sebagai penyakit bagi kelompok sosial. Coser memilih untuk menunjukkan berbagai sumbangan konflik yang secara potensial positif yaitu membentuk serta mempertahankan struktur suatu kelompok tertentu. Coser mengembangkan perspektif konflik karya ahli sosiologi Jerman George Simmel.
Seperti halnya Simmel, Coser tidak mencoba menghasilkan teori menyeluruh yang mencakup seluruh fenomena sosial. Karena ia yakin bahwa setiap usaha untuk menghasilkan suatu teori sosial menyeluruh yang mencakup seluruh fenomena sosial adalah premature (sesuatu yang sia- sia. Memang Simmel tidak pernah menghasilkan risalat sebesar Emile Durkheim, Max Weber atau Karl Marx. Namun, Simmel mempertahankan pendapatnya bahwa sosiologi bekerja untuk menyempurnakan dan mengembangkan bentuk- bentuk atau konsep- konsep sosiologi di mana isi dunia empiris dapat ditempatkan. Penjelasan tentang teori konflik Simmel sebagai berikut:
- Simmel memandang pertikaian sebagai gejala yang tidak mungkin dihindari dalam masyarakat. Struktur sosial dilihatnya sebagai gejala yang mencakup pelbagai proses asosiatif dan disosiatif yang tidak mungkin terpisah- pisahkan, namun dapat dibedakan dalam analisis.
- Menurut Simmel konflik tunduk pada perubahan. Coser mengembangkan proposisi dan memperluas konsep Simmel tersebut dalam menggambarkan kondisi- kondisi di mana konflik secara positif membantu struktur sosial dan bila terjadi secara negatif akan memperlemah kerangka masyarakat.
Inti Pemikiran
Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.
Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain. Misalnya, pengesahan pemisahan gereja kaum tradisional (yang memepertahankan praktik- praktik ajaran katolik pra- Konsili Vatican II) dan gereja Anglo- Katolik (yang berpisah dengan gereja Episcopal mengenai masalah pentahbisan wanita). Perang yang terjadi bertahun- tahun yang terjadi di Timur Tengah telah memperkuat identitas kelompok Negara Arab dan Israel.
Coser melihat katup penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan permusuhan, yang tanpa itu hubungan- hubungan di antara pihak-pihak yang bertentangan akan semakin menajam. Katup Penyelamat (savety-value) ialah salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. Katup penyelamat merupakan sebuah institusi pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau struktur.
Teori konflik
Sinau Sosiologi (Belajar Sosiologi)
Updated at:
7:37:00 PM
TES
»
Sinau Sosiologi (Belajar Sosiologi)
A. Pengantar
Konsep filsafat yang ditawarkan oleh Karl Marx mempunyai dampak yang sangat besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan, sejarah pemikiran modern, kebudayaan, seni, bahkan filsafat. Begitu banyak hal yang ia tawarkan mulai dari pemikirannya tentang alienasi, filsafat pekerjaan, materialism historis, hingga komunisme. Seperti kita ketahui bersama, lewat tulisan tulisannya, Marx sebenarnya menolak usaha usaha yang bersifat moralis belaka. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini, saya akan mencoba menggali lebih dalam mengenai konsep materialism historis.
Pandangan materialism historis adalah pandangan tentang factor factor pokok yang menentukan perkembangan sejarah. Pandangan ini bersamaan dengan teorinya tentang revolusi merupakan bagian dari konsep Marx yang paling berpengaruh dan tetap merupakan inti dari segala macam Marxisme.
Pandangan materialism sejarah banyak dipahami salah, baik oleh kaum marxis sendiri maupun oleh lawan lawan mereka. Kata yang paling menyesatkan ialah kata materialis. Karena itu Marxisme sering disebut sebagai salah satu bentuk materialism. Padahal di seluruh karya Marx hamper tidak ditemukan uraian apapun tentang materialism, yaitu sebagai anggapan bahwa realita terakhir alam semesta ialah materi. Alam semseta tidak pernah dipersoalkan oleh Marx. Marx hanya bicara tentang perkembangan masyarakat, dan dalam hubungan ini materialis hanya berarti bahwa kegiatan atau pekerjaan jasmaniah atau produksi adalah kegiatan dasar manusia dan bukan pemikirannya.
Pandangan Materialisme Sejarah
“Materialisme” dalam Marx berarti bahwa kegiatan dasar manusia adalah kerja sosial. Di sini dia menerima pengandaian Feuerbach bahwa kenyataan akhir adalah obyek indrawi, dan dalam Marx objek indrawi itu harus dipahami sebagai kerja atau produksi. Istilah “sejarah” mengacu pada Hegel yang pengandaian-pengandaiannya tentang sejarah diterima oleh Marx. Tetapi, sejarah di sini bukan menyangkut perwujudan diri Roh, melainkan perjuangan kelas-kelas untuk mewujudkan dirinya mencapai kebebasan/emansipasi.
Sosialisme Marx berdasarkan pada penelitian syarat-syarat obyektif perkembangan masyarakat. Marx menolak pendasaran sosialisme pada pertimbangan-pertimbangan moral. Menurutnya sosialisme terwujud bila syarat-syarat obyektif penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi terpenuhi dan keadaan tersebut harus diciptakan.
Hukum dasar perkembangan masyarakat ialah bahwa produksi kebutuhan-kebutuhan material manusia menentukan bentuk masyarakat dan pengembangannya. Fakta sederhana itu ialah bahwa manusia pertama-tama harus makan, minum, bertempat tinggal, dan berpakaian. Setelah itu baru mereka melakukan kegiatan politik, ilmu pengetahuan, seni, agama, dan seterusnya. Jadi, produksi nafkah hidup material bersifat langsung. Dengan demikian tingkat perkembangan ekonomis sebuah masyarakat atau jaman menjadi dasar dari bentuk-bentuk kenegaraan, pandangan-pandangan hukum, seni, dan bahkan perkembangan pandangan-pandangan religius orang-orang yang bersangkutan.
“Bukan kesadaran manusia yang menentukan keadaan mereka, tetapi sebaliknya keadaan sosial merekalah yang menentukan kesadaran mereka”. Pemikiran ini tidak bertolak dari apa yang dikatakan orang, tidak dari bayangan dan cita-cita orang, juga tidak dari yang dipikirkan orang, melainkan dari manusia yang nyata dan aktif. Dari proses hidup nyata merekalah perkembangan refleks-refleks serta gema-gema ideologis tentang proses hidup itu dijelaskan.
Keadaan sosial menyangkut produksi masyarakat, pekerjaan masyarakat. Manusia ditentukan oleh produksi mereka: apa yang mereka produksi dan cara mereka berproduksi. Pandangan ini disebut materialis. Disebut materialis karena sejarah manusia dianggap ditentukan oleh syarat-syarat produksi material. Jadi Marx memakai kata materialisme bukan dalam arti filosofis, yakni sebagai pandangan/kepercayaan bahwa seluruh realitas adalah materi, melainkan ia ingin menunjuk pada faktor-faktor yang menentukan sejarah. Faktor-faktor tersebut bukanlah pikiran melainkan keadaan material manusia dan keadaan material adalah produksi kebutuhan material manusia. Cara manusia menghasilkan apa yang dibutuhkan untuk hidup itulah yang disebut keadaan manusia dan cara itulah yang menentukan kesadaran manusia. Cara manusia berpikir ditentukan oleh cara ia bekerja. Jadi, untuk memahami sejarah dan arah perubahannya, manusia tidak perlu memperhatikan apa yang dipikirkan oleh manusia, melainkan bagaimana ia bekerja dan bagaimana ia berproduksi.
Kualitas hidup ditentukan oleh kedudukannya dalam masyarakat dan keanggotaan dalam kelas sosial tertentu sangat menentukan cara seseorang memandang dunia. Maka kesadaran dan cita-cita manusia ditentukan oleh kedudukannya dalam kelas sosial. Demikian juga cara berproduksi menentukan adanya kelas-kelas sosial; keanggotaan menentukan kepentingan orang, dan kepentingan menentukan apa yang dicita-citakan. Maka, hidup rohani masyarakat, kesadarannya, agamanya, moralitasnya, nilai-nilai budaya, dan seterusnya bersifat sekunder. Sekunder karena hanya mengungkapkan keadaan primer, struktur kelas masyarakat, dan pola produksi. Sejarah tidak ditentukan oleh pikiran manusia, melainkan oleh cara ia menjalankan produksinya. Maka, perubahan masyarakat tidak dapat dihasilkan oleh perubahan pikiran, melainkan oleh perubahan dalam cara produksi
Basis dan Bangunan Atas
Cara produksi kehidupan material mengkondisikan proses kehidupan sosial, politik, dan spiritual pada umumnya. Bukan kesadaran manusia yang menentukan keadaan mereka, sebaliknya, keadaan sosial merekalah yang menentukan kesadaran mereka. Marx membagi lingkup kehidupan manusia dalam dua bagian besar, yang satu adalah “dasar nyata” atau “basis”, dan yang lain adalah “bangunan atas”. Dasar atau basis itu adalah bidang “produksi kehidupan material”, sedangkan bangunan atas adalah “proses kehidupan sosial, politik, dan spiritual”. Kehidupan bangunan atas ditentukan oleh kehidupan dalam basis.
Basis/Materi (Ekonomi) - Unterbau
Basis ditentukan 2 faktor: (1) tenaga-tenaga produktif, dan (2) hubungan-hubungan produksi. Tenaga2 produktif adalah kekuatan-kekuatan yang dipakai untuk mengerjalan dan mengubah alam. Unsur-unsur tenaga produktif adalah alat-alat kerja, manusia dengan kecakapannya, dan pengalaman-pengalaman dalam produksi.
Hubungan2 produksi adalah hubungan kerjasama atau pembagian kerja antara manusia yang terlibat dalam proses produksi. Hubungan ini adalah strukur pengorganisasian sosial produksi. Misalnya, pemilik modal dan pekerja. Dan karena struktur kelas pada hakekatnya ditentukan oleh sistem hak milik, maka hubungan2 produksi itu sama juga dengan hubungan hak milik.
Struktur kelas dalam masyarakat bukan sesuatu yang kebetulan, melainkan ditentukan oleh tuntutan efisiensi produksi, atau oleh tingkat perkembangan tenaga2 produksi. Maka yang pertama menentukan hubungan2 produksi atau struktur kelas suatu masyarakat adalah tenaga2 produktif. Hubungan2 itu tidak tergantung pada kemauan orang, melainkan pada tuntutan objektif produksi.
Pandangan Materialisme Historis Karl Marx
Sinau Sosiologi (Belajar Sosiologi)
Updated at:
9:38:00 PM
TES
»
Sinau Sosiologi (Belajar Sosiologi)