A. Tindakan Sosial
Menurut Max Weber tindakan sosial adalah tindakan yang memiliki arti
subyektif bagi individu dan diarahkan pada orang lain. Pada dasarnya
tindakan sosial dapat dibedakan menjadi empat tipe tindakan berikut.
1. Tindakan Rasionalitas Instrumental
Tindakan yang dilakukan dengan memperhitungkan kesesuaian antara alat
yang digunakan dan tujuan yang akan dicapai. Dalam tindakan ini individu
memiliki macam-macam tujuan yang mungkin diinginkannya, dan atas dasar
suatu kriteria menentukan satu pilihan diantara tujuan-tujuan yang
saling bersaingan ini. Individu lalu menilai alat yang mungkin dapat
dipergunakan untuk mencapai tujuan yang dipilih tadi. Tindakan seperti
ini bersifat rasional. Contoh ketika seseorang membeli laptop ia akan
mempertimbangkan berbagai macam merek laptop dan kemudian menentukan
pilihan terhadap suatu laptop berdasarkan jumlah alat (uang) yang ia
miliki serta manfaat yang akan didapat dari pembelian tersebut.
2. Tindakan Rasionalitas yang Berorientasi Nilai
Sifat rasionalitas yang berorientasi nilai adalah dalam mempertimbangkan
alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan. Sedangkan tujuan
tindakan itu sendiri berupa nilai-nilai yang sudah ada dan bersifat
absolut. Contoh tindakan religius, dalam melaksanakan ibadah tujuannya
adalah melaksanakan perintah Allah SWT untuk mendapatkan rasa damai di
dalam jiwa. Sedangkan untuk mencapai tujuan tersebut individu dapat
menentukan alat yang dapat digunakan. Seorang muslim dapat melaksanakan
puasa, sholat tahajjud, atau beri’tikaf di mesjid.
3. Tindakan Tradisional
Merupakan tipe tindakan yang bersifat nonrasional. Tindakan ini
dilakukan tanpa perhitungan secara matang, melainkan lebih karena
kebiasaan yang berlaku selama ini dalam masyarakat. Satu-satunya alasan
bagi individu yang melakukan tindakan tradisional adalah bahwa “inilah
cara yang sudah dilaksanakan oleh nenek moyang kami, dan demikian pula
nenek moyang kami sebelumnya, ini adalah cara yang sudah begini dan akan
selalu terus begini”. Contoh tradisi yang dilakukan karena warisan
turun temurun.
4. Tindakan Afektif
Tindakan yang irrasional karena dikuasai oleh perasaan (afeksi) ataupun
emosi, tanpa perhitungan atau pertimbangan yang matang. Seseorang yang
sedang mengalami perasaan meluap-luap seperti cinta, kemarahan,
ketakutan atau kegembiraan, dan secara spontan mengungkapkan perasaan
itu berarti sedang memperlihatkan tindakan afektif.
B. Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan semua tindakan yang berciri resiprosikal
(timbal balik) atau melibatkan dua belah pihak. Interaksi sosial erat
kaitannya dengan naluri manusia untuk selalu hidup bersama dengan orang
lain dan ingin bersatu dengan lingkungan sosialnya. Naluri ini dinamakan
gregariousness.
1. Faktor-faktor Interaksi Sosial
Menurut Soerjono Soekanto terdapa emapt faktor yang menjadi dasar proses interaksi sosial.
a. Imitasi yaitu tindakan sosial meniru sikap, tindakan, tingkah laku atau penampilan fisik seseorang.
b. Sugesti yaitu pemberian pengaruh atau pandangan dari satu pihak kepada pihak lain.
c. Identifikasi yaitu kecendrungan dalam diri seseorang untuk menjadi
sama dengan idolanya. Identifikasi merupakan bentuk lebih lanjut dari
proses imitasi dan proses sugesti yang pengaruhnya telah amat kuat.
d. Simpati yaitu proses dimana seseorang merasa tertarik dengan orang
lain. Rasa tertarik ini didasari oleh keinginan untuk memahami perasaan
pihak lain atau bekerjasama dengannya.
2. Syarat-syarat Interaksi Sosial
a. Kontak
Kata kontak berasal dari con atau cum yang artinya bersama-sama dan kata
tango yang artinya menyentuh. Jadi secara harfiah kontak berarti saling
menyentuh. Dalam sosiologi, kata kontak tidak hanya berarti saling
menyentuh secara fisik belaka. Kontak dapat saja terjadi tanpa saling
menyentuh.
Dilihat dari wujudnya kontak sosial dibedakan menjadi:
1) Kontak antarindividu, contoh: kontak antara anak dengan orang tuanya.
2) Kontak antarkelompok, contoh: kontak antara dua kesebelasan di lapangan.
3) Kontak antara individu dan satu kelompok, contoh: kontak antara seorang pembicara dan peserta dalam suatu seminar.
Dilihat dari langsung tidaknya kontak itu terjadi, kontak sosial dibedakan menjadi berikut:
1) Kontak primer, yaitu hubungan timbal balik yang terjadi secara langsung. Contoh tatap muka, berjabat tangan.
2) Kontak sekunder, yaitu kontak sosial yang memerlukan pihak ketiga
sebagai media untuk melakukan hubungan timbal balik. Contoh Yanto
meminta tolong kepada Joko untuk mengajak Erna bergabung dalam kelompok
diskusi yang dipimpinnya.
b. Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari
satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara
keduanya. Agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik sedikitnya
dibutuhkan komponen-komponen sebagai berikut:
1) Pengirim atau komunikator (sender)
2) Penerima atau komunikan (receiver)
3) Pesan (message)
4) Umpan balik (feedback)
Soerjono Seokanto (1982: 60 – 61) mengemukakan bahwa arti terpenting
komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku
orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap),
perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang
yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang
ingin disampaikan oleh orang lain tersebut. Dengan adanya komunikasi
tersebut, sikap-sikap dan perasaan-perasaan suatu kelompok manusia atau
orang perseorangan dapat diketahui oleh kelompok-kelompok lain atau
orang-orang lainnya. Hal itu kemudian merupakan bahan untuk menentukan
reaksi apa yang akan dilakukannya.
C. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
1. Proses Asosiatif
Proses interaksi sosial asosiatif cenderung menciptakan persatuan dan
meningkatkan solidaritas di antara masing-masing anggota kelompok.
Proses interaksi sosial asosiatif meliputi kerja sama, akomodasi,
asimilasi, dan akulturasi.
a. Kerja Sama (cooperation)
Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang-perorangan atau
kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama dibedakan menjadi
beberapa bentuk berikut.
1) Kerja sama spontan (spontaneous cooperation), yaitu kerjasama yang terjadi secara serta merta.
2) Kerja sama langsung (directed cooperation), yaitu kerjasama sebagai hasil dari perintah atasan kepada bawahan.
3) Kerja sama kontrak (contractual cooperation), yaitu kerjasama atas dasar syarat-syarat tertentu yang disepakati.
4) Kerja sama tradisional (traditional cooperation), yaitu kerjasama unsur-unsur tertentu dari sistem sosial.
Menurut James D Thompson dan William J. McEwen ada lima bentuk kerja sama, yaitu sebagai berikut:
1) Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong menolong
2) Bargaining yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai mengenai pertukaran
barang-barang da jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih.
3) Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru
dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi
sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam
stabilitas organisasi yang bersangkutan.
4) Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih
yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan
keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi
atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama
antara satu dengan lainnya. Akan tetapi, karena maksud utama adalah
untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya adalah
kooperatif.
5) Joint venture, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek
tertentu, misalnya pengeboran minyak, pertambangan batubara, perfilman,
perhotelan dan seterusnya.
b. Akomodasi (Acomodation)
Akomodasi merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan pertentangan,
baik dengan cara menghargai kepribadian yang berkonflik atau bisa juga
dengan cara paksaan atau tekanan. Bentuk-bentuk akomodasi antara lain
sebagai berikut:
1) Koersi
akomodasi yang terjadi melalui pemaksaan kehendak pihak tertentu terhadap pihak lain yang lebih lemah.
2) Kompromi
Bentuk akomodasi ketika pihak-pihak yang terlibat perselisihan saling mengurangi tuntutan agar tercapai suatu penyelesaian.
3) Arbitrasi
Bentuk akomodasi apabila pihak-pihak yang berselsisih tidak sanggup
mencapai kompromi sendiri sehingga mengundang pihak ketiga yang berhak
memberikan keputusan.
4) Mediasi
Bentuk akomodasi yang hampir sama dengan arbitrasi. Namun pihak ketiga yang diundang tidak berhak memberikan keputusan.
5) Konsiliasi
Bentuk akomodasi dengan mempertemukan keinginan-keinginan dari
pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
6) Toleransi
Bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang resimi.
7) Stalemate
Bentuk akomodasi ketika kelompok-kelompok yang terlibat pertentangan
mempunyai kekuatan seimbang, sehingga pertentangan antara keduanya akan
berhenti dengan sendirinya.
8) Ajudikasi
Penyelesaian masalah atau sengketa melalui jalur hukum.
c. Asimilasi
Asimilasi merupakan usaha–usaha mengurangi perbedaan antara orang atau
kelompok dengan mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan dengan
memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama.
Faktor pendukung asimilasi adalah toleransi, kesempatan dibidang ekonomi
yang seimbang, menghargai kebudayaan lain, terbuka, ada persamaan unsur
kebudayaan, perwakilan campuran dan musuh bersama dari luar
d. Akulturasi
Akulturasi adalah proses penerimaan dan pengolahan unsur-unsur
kebudayaan asing menjadi bagian dari kebudayaan suat kelompok tanpa
menghilangkan kepribadian kebudayaan asli. Proses akulturasi dapat
diketahui dari gambar berikut:
2. Proses Disosiatif
Proses –proses interaksi sosial disosiatif sering disebut sebagai
oppositional processes. Proses interaksi sosial disosiatif cenderung
menciptakan perpecahan dan meregangkan solidaritas di antara anggota
kelompok.
a. Persaingan (Competition)
Persaingan merupakan suatu proses sosial ketika ada satu pihak atau
lebih saling berlomba dan berbuat sesuatu untuk mencapai kemenangan
tertentu. Persaingan terjadi apabila beberapa pihak menginginkan sesuatu
yang jumlahnya sangat terbatas.
Bentuk-bentuk persaingan yang terjadi dalam masyarakat adalah sebagai berikut:
1) Persaingan ekonomi
Persaingan ini timbul karena terbatasnya persediaan apabila dibandingkan
dengan julah konsumen. Persaingan merupakan salah satu cara untuk
memilih produsen yang baik.
2) Persaingan kebudayaan
Terjadi sewaktu Kebudayaan Barat yang dibawa oleh orang-orang Belanda
pada akhir abad ke-15 berhadapan dengan kebudayaan Indonesia.
3) Persaingan kedudukan dan peranan
Di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat
keinginan-keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang
mempunyai kedudukan serta peranan yang terpandang. Apabila seseorang
dihinggapi perasaan bahwa kedudukan dan peranannya sangat rendah, dia
hanya menginginkan kedudukan dan peranan yang sederajat dengan
orang-orang lain.
4) Persaingan ras
Sebenarnya persaingan ras juga merupakan persaingan di bidang
kebudayaan. Misalnya sebelum perang Dunia Kedua, para guru berkulit
putih tidak mengajar di Jepang karena kalah bersaing melawan guru-guru
lokal.
Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai berikut:
1) Untuk menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif.
2) Sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai dalam masyarakat tersalurkan dengan sebaik-baiknya.
3) Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar sosial.
4) Sebagai alat untuk menyaring warga untuk mengadakan pembagian kerja.
b. Kontravensi
Kontravensi merupakan sikap menentang secara tersembunyi agar tidak
sampai terjadi perselisihan secara terbuka. Menurut Leopold von Wiese
dan Howard Becker terdapat lima bentuk kontravensi:
1) Kontravensi umum, misalnya: penolakan, keengganan, protes.
2) Kontravensi sederhana, misalnya menyangkal pernyataan orang di depan umum.
3) Kontravensi intensif, misalnya: penghasutan, penyebaran desas-desus.
4) Kontravensi rahasia, misalnya: pembocoran rahasia, khianat.
5) Kontravensi taktis, misalnya: mengejutkan pihak lawan, provokasi dan intimidasi.
c. Konflik atau Pertentangan
Konflik berasal dari bahasa latin, yakni configere artinya saling
memukul. Konflik berbeda dengan persaingan dan kontravensi. Konflik
berarti pertentangan atau perbedaan antara dua kekuatan yang sering
disertai intimidasi dan kekerasan untuk saling menguasai. Hal ini
disebabkan karena setiap individu ataupun masyarakat memiliki tata nilai
dan ukuran yang berbeda dalam memandang sesuatu. Kondisi yang berbeda
ini akan melahirkan cara pandang yang berbeda pula. Perbedaan yang dapat
menimbulkan konflik atau pertentangan antara lain:
a. perbedaan ciri fisik (ras)
b. perbedaan emosi (perasaan)
c. perbedaan kebudayaan
d. perbedaan kepentingan
Perbedaan ini akan memuncak menjadi pertentangan apabila
keinginan-keinginan mereka tidak dapat diakomodasikan, sehingga
masing-masing pihak berusaha untuk menghancurkan lawan disertai ancaman
dan kekerasan.
D. Keteraturan Sosial Sebagai Hasil Interaksi Sosial
Setiap masyarakat selalu mendambakan ketenteraman dalam hidupnya.
Ketenteraman tersebut dapat terjadi apabila hubungan-hubungan sosial di
antara anggota masyarakat dan sistem kemasyarakatan berlangsung secara
teratur sesuai nilai dan norma yang berlaku. Kondisi masyarakat yang
teratur akan menciptakan hubungan sosial dan kehidupan sosial yang
tertib, harmonis, dan teratur. Ada beberapa unsur keteraturan sosial,
yakni tertib sosial, order, keajekan, dan pola.
1. Tertib Sosial
Tertib sosial adalah gambaran tentang kondisi kehidupan atau suatu
masyarakat yang teratur, dinamis, dan aman sebagai akibat adanya
hubungan yang selaras antara tindakan, norma, dan nilai sosial dalam
interaksi sosial.
Kehidupan suatu masyarakat yang tertib ditandai oleh beberapa hal antara lain.
a. individu atau kelompok bertindak sesuai norma dan nilai yang berlaku;
b. adanya lembaga sosial yang saling mendukung;
c. adanya sistem norma dan nilai sosial yang diakui dan dijunjung tinggi oleh anggota masyarakat;
d. adanya kerjasama yang harmonis dan menyenangkan.
2. Order
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, order diartikan sebagai perintah
atau pesanan untk melakukan sesuatu. Dalam sosiologi, order adalah
sistem norma dan nilai-nilai sosial yang berkembang, diakui, dan
dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat.
Contoh order seperti perintah untuk melaksanakan kerja bakti membersihkan selokan, membersihkan halaman dan bersih desa.
3. Keajekan
Keajekan adalah gambaran suatu kondisi keteraturan sosial yang tetap dan
relatif tidak berubah sebagai hasil hubungan yang selaras antara
tindakan, norma, dan nilai dalam interaksi sosial. Contoh keajekan
antara lain sebagai berikut:
a. Setiap pagi siswa pergi ke sekolah dengan mengenakan pakaian seragam
sekolah, mengikuti pelajaran, dan kegiatan lain di sekolah.
b. Ayah pergi ke kantor untuk bekerja demi kesejahteraan keluarga.
Kegiatan para siswa dan pekerja dalam contoh tersebut bersifat tetap
menurut ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan dalam kehidupan
bermasyarakat.
4. Pola
Pola dalam sosiologi berarti gambaran atau corak hubungan sosial yang tetap dalam interaksi sosial. Contoh pola antara lain:
a. Seorang siswa harus menghormati gurunya.
b. Seorang harus berbakti pada orang tuanya.
Terbentuknya pola dalam interaksi sosial tersebut melalui proses cukup
lama dan berulang-ulang. Akhirnya. Muncul menjadi model yang tetap untuk
dicontoh dan ditiru oleh anggota masyarakat. Oleh karenanya, pola
sistem norma pada masyarakat tertentu akan berbeda dengan pola sistem
norma masyarakat lainnya.
Home
»
argumen
»
artikel
»
Interaksi Sosial
»
sosiologi
»
Sosiologi Antropologi
»
Teori
»
wacana
»
Interaksi Sosial
Interaksi Sosial
Baca Juga
A. Tindakan Sosial
Menurut Max Weber tindakan sosial adalah tindakan yang memiliki arti subyektif bagi individu dan diarahkan pada orang lain. Pada dasarnya tindakan sosial dapat dibedakan menjadi empat tipe tindakan berikut.
1. Tindakan Rasionalitas Instrumental
Tindakan yang dilakukan dengan memperhitungkan kesesuaian antara alat yang digunakan dan tujuan yang akan dicapai. Dalam tindakan ini individu memiliki macam-macam tujuan yang mungkin diinginkannya, dan atas dasar suatu kriteria menentukan satu pilihan diantara tujuan-tujuan yang saling bersaingan ini. Individu lalu menilai alat yang mungkin dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan yang dipilih tadi. Tindakan seperti ini bersifat rasional. Contoh ketika seseorang membeli laptop ia akan mempertimbangkan berbagai macam merek laptop dan kemudian menentukan pilihan terhadap suatu laptop berdasarkan jumlah alat (uang) yang ia miliki serta manfaat yang akan didapat dari pembelian tersebut.
2. Tindakan Rasionalitas yang Berorientasi Nilai
Sifat rasionalitas yang berorientasi nilai adalah dalam mempertimbangkan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan. Sedangkan tujuan tindakan itu sendiri berupa nilai-nilai yang sudah ada dan bersifat absolut. Contoh tindakan religius, dalam melaksanakan ibadah tujuannya adalah melaksanakan perintah Allah SWT untuk mendapatkan rasa damai di dalam jiwa. Sedangkan untuk mencapai tujuan tersebut individu dapat menentukan alat yang dapat digunakan. Seorang muslim dapat melaksanakan puasa, sholat tahajjud, atau beri’tikaf di mesjid.
3. Tindakan Tradisional
Merupakan tipe tindakan yang bersifat nonrasional. Tindakan ini dilakukan tanpa perhitungan secara matang, melainkan lebih karena kebiasaan yang berlaku selama ini dalam masyarakat. Satu-satunya alasan bagi individu yang melakukan tindakan tradisional adalah bahwa “inilah cara yang sudah dilaksanakan oleh nenek moyang kami, dan demikian pula nenek moyang kami sebelumnya, ini adalah cara yang sudah begini dan akan selalu terus begini”. Contoh tradisi yang dilakukan karena warisan turun temurun.
4. Tindakan Afektif
Tindakan yang irrasional karena dikuasai oleh perasaan (afeksi) ataupun emosi, tanpa perhitungan atau pertimbangan yang matang. Seseorang yang sedang mengalami perasaan meluap-luap seperti cinta, kemarahan, ketakutan atau kegembiraan, dan secara spontan mengungkapkan perasaan itu berarti sedang memperlihatkan tindakan afektif.
B. Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan semua tindakan yang berciri resiprosikal (timbal balik) atau melibatkan dua belah pihak. Interaksi sosial erat kaitannya dengan naluri manusia untuk selalu hidup bersama dengan orang lain dan ingin bersatu dengan lingkungan sosialnya. Naluri ini dinamakan gregariousness.
1. Faktor-faktor Interaksi Sosial
Menurut Soerjono Soekanto terdapa emapt faktor yang menjadi dasar proses interaksi sosial.
a. Imitasi yaitu tindakan sosial meniru sikap, tindakan, tingkah laku atau penampilan fisik seseorang.
b. Sugesti yaitu pemberian pengaruh atau pandangan dari satu pihak kepada pihak lain.
c. Identifikasi yaitu kecendrungan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan idolanya. Identifikasi merupakan bentuk lebih lanjut dari proses imitasi dan proses sugesti yang pengaruhnya telah amat kuat.
d. Simpati yaitu proses dimana seseorang merasa tertarik dengan orang lain. Rasa tertarik ini didasari oleh keinginan untuk memahami perasaan pihak lain atau bekerjasama dengannya.
2. Syarat-syarat Interaksi Sosial
a. Kontak
Kata kontak berasal dari con atau cum yang artinya bersama-sama dan kata tango yang artinya menyentuh. Jadi secara harfiah kontak berarti saling menyentuh. Dalam sosiologi, kata kontak tidak hanya berarti saling menyentuh secara fisik belaka. Kontak dapat saja terjadi tanpa saling menyentuh.
Dilihat dari wujudnya kontak sosial dibedakan menjadi:
1) Kontak antarindividu, contoh: kontak antara anak dengan orang tuanya.
2) Kontak antarkelompok, contoh: kontak antara dua kesebelasan di lapangan.
3) Kontak antara individu dan satu kelompok, contoh: kontak antara seorang pembicara dan peserta dalam suatu seminar.
Dilihat dari langsung tidaknya kontak itu terjadi, kontak sosial dibedakan menjadi berikut:
1) Kontak primer, yaitu hubungan timbal balik yang terjadi secara langsung. Contoh tatap muka, berjabat tangan.
2) Kontak sekunder, yaitu kontak sosial yang memerlukan pihak ketiga sebagai media untuk melakukan hubungan timbal balik. Contoh Yanto meminta tolong kepada Joko untuk mengajak Erna bergabung dalam kelompok diskusi yang dipimpinnya.
b. Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik sedikitnya dibutuhkan komponen-komponen sebagai berikut:
1) Pengirim atau komunikator (sender)
2) Penerima atau komunikan (receiver)
3) Pesan (message)
4) Umpan balik (feedback)
Soerjono Seokanto (1982: 60 – 61) mengemukakan bahwa arti terpenting komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut. Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan-perasaan suatu kelompok manusia atau orang perseorangan dapat diketahui oleh kelompok-kelompok lain atau orang-orang lainnya. Hal itu kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya.
C. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
1. Proses Asosiatif
Proses interaksi sosial asosiatif cenderung menciptakan persatuan dan meningkatkan solidaritas di antara masing-masing anggota kelompok. Proses interaksi sosial asosiatif meliputi kerja sama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.
a. Kerja Sama (cooperation)
Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang-perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama dibedakan menjadi beberapa bentuk berikut.
1) Kerja sama spontan (spontaneous cooperation), yaitu kerjasama yang terjadi secara serta merta.
2) Kerja sama langsung (directed cooperation), yaitu kerjasama sebagai hasil dari perintah atasan kepada bawahan.
3) Kerja sama kontrak (contractual cooperation), yaitu kerjasama atas dasar syarat-syarat tertentu yang disepakati.
4) Kerja sama tradisional (traditional cooperation), yaitu kerjasama unsur-unsur tertentu dari sistem sosial.
Menurut James D Thompson dan William J. McEwen ada lima bentuk kerja sama, yaitu sebagai berikut:
1) Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong menolong
2) Bargaining yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai mengenai pertukaran barang-barang da jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih.
3) Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.
4) Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi, karena maksud utama adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya adalah kooperatif.
5) Joint venture, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya pengeboran minyak, pertambangan batubara, perfilman, perhotelan dan seterusnya.
b. Akomodasi (Acomodation)
Akomodasi merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan pertentangan, baik dengan cara menghargai kepribadian yang berkonflik atau bisa juga dengan cara paksaan atau tekanan. Bentuk-bentuk akomodasi antara lain sebagai berikut:
1) Koersi
akomodasi yang terjadi melalui pemaksaan kehendak pihak tertentu terhadap pihak lain yang lebih lemah.
2) Kompromi
Bentuk akomodasi ketika pihak-pihak yang terlibat perselisihan saling mengurangi tuntutan agar tercapai suatu penyelesaian.
3) Arbitrasi
Bentuk akomodasi apabila pihak-pihak yang berselsisih tidak sanggup mencapai kompromi sendiri sehingga mengundang pihak ketiga yang berhak memberikan keputusan.
4) Mediasi
Bentuk akomodasi yang hampir sama dengan arbitrasi. Namun pihak ketiga yang diundang tidak berhak memberikan keputusan.
5) Konsiliasi
Bentuk akomodasi dengan mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
6) Toleransi
Bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang resimi.
7) Stalemate
Bentuk akomodasi ketika kelompok-kelompok yang terlibat pertentangan mempunyai kekuatan seimbang, sehingga pertentangan antara keduanya akan berhenti dengan sendirinya.
8) Ajudikasi
Penyelesaian masalah atau sengketa melalui jalur hukum.
c. Asimilasi
Asimilasi merupakan usaha–usaha mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok dengan mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama.
Faktor pendukung asimilasi adalah toleransi, kesempatan dibidang ekonomi yang seimbang, menghargai kebudayaan lain, terbuka, ada persamaan unsur kebudayaan, perwakilan campuran dan musuh bersama dari luar
d. Akulturasi
Akulturasi adalah proses penerimaan dan pengolahan unsur-unsur kebudayaan asing menjadi bagian dari kebudayaan suat kelompok tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan asli. Proses akulturasi dapat diketahui dari gambar berikut:
2. Proses Disosiatif
Proses –proses interaksi sosial disosiatif sering disebut sebagai oppositional processes. Proses interaksi sosial disosiatif cenderung menciptakan perpecahan dan meregangkan solidaritas di antara anggota kelompok.
a. Persaingan (Competition)
Persaingan merupakan suatu proses sosial ketika ada satu pihak atau lebih saling berlomba dan berbuat sesuatu untuk mencapai kemenangan tertentu. Persaingan terjadi apabila beberapa pihak menginginkan sesuatu yang jumlahnya sangat terbatas.
Bentuk-bentuk persaingan yang terjadi dalam masyarakat adalah sebagai berikut:
1) Persaingan ekonomi
Persaingan ini timbul karena terbatasnya persediaan apabila dibandingkan dengan julah konsumen. Persaingan merupakan salah satu cara untuk memilih produsen yang baik.
2) Persaingan kebudayaan
Terjadi sewaktu Kebudayaan Barat yang dibawa oleh orang-orang Belanda pada akhir abad ke-15 berhadapan dengan kebudayaan Indonesia.
3) Persaingan kedudukan dan peranan
Di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat keinginan-keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan yang terpandang. Apabila seseorang dihinggapi perasaan bahwa kedudukan dan peranannya sangat rendah, dia hanya menginginkan kedudukan dan peranan yang sederajat dengan orang-orang lain.
4) Persaingan ras
Sebenarnya persaingan ras juga merupakan persaingan di bidang kebudayaan. Misalnya sebelum perang Dunia Kedua, para guru berkulit putih tidak mengajar di Jepang karena kalah bersaing melawan guru-guru lokal.
Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai berikut:
1) Untuk menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif.
2) Sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai dalam masyarakat tersalurkan dengan sebaik-baiknya.
3) Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar sosial.
4) Sebagai alat untuk menyaring warga untuk mengadakan pembagian kerja.
b. Kontravensi
Kontravensi merupakan sikap menentang secara tersembunyi agar tidak sampai terjadi perselisihan secara terbuka. Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker terdapat lima bentuk kontravensi:
1) Kontravensi umum, misalnya: penolakan, keengganan, protes.
2) Kontravensi sederhana, misalnya menyangkal pernyataan orang di depan umum.
3) Kontravensi intensif, misalnya: penghasutan, penyebaran desas-desus.
4) Kontravensi rahasia, misalnya: pembocoran rahasia, khianat.
5) Kontravensi taktis, misalnya: mengejutkan pihak lawan, provokasi dan intimidasi.
c. Konflik atau Pertentangan
Konflik berasal dari bahasa latin, yakni configere artinya saling memukul. Konflik berbeda dengan persaingan dan kontravensi. Konflik berarti pertentangan atau perbedaan antara dua kekuatan yang sering disertai intimidasi dan kekerasan untuk saling menguasai. Hal ini disebabkan karena setiap individu ataupun masyarakat memiliki tata nilai dan ukuran yang berbeda dalam memandang sesuatu. Kondisi yang berbeda ini akan melahirkan cara pandang yang berbeda pula. Perbedaan yang dapat menimbulkan konflik atau pertentangan antara lain:
a. perbedaan ciri fisik (ras)
b. perbedaan emosi (perasaan)
c. perbedaan kebudayaan
d. perbedaan kepentingan
Perbedaan ini akan memuncak menjadi pertentangan apabila keinginan-keinginan mereka tidak dapat diakomodasikan, sehingga masing-masing pihak berusaha untuk menghancurkan lawan disertai ancaman dan kekerasan.
D. Keteraturan Sosial Sebagai Hasil Interaksi Sosial
Setiap masyarakat selalu mendambakan ketenteraman dalam hidupnya. Ketenteraman tersebut dapat terjadi apabila hubungan-hubungan sosial di antara anggota masyarakat dan sistem kemasyarakatan berlangsung secara teratur sesuai nilai dan norma yang berlaku. Kondisi masyarakat yang teratur akan menciptakan hubungan sosial dan kehidupan sosial yang tertib, harmonis, dan teratur. Ada beberapa unsur keteraturan sosial, yakni tertib sosial, order, keajekan, dan pola.
1. Tertib Sosial
Tertib sosial adalah gambaran tentang kondisi kehidupan atau suatu masyarakat yang teratur, dinamis, dan aman sebagai akibat adanya hubungan yang selaras antara tindakan, norma, dan nilai sosial dalam interaksi sosial.
Kehidupan suatu masyarakat yang tertib ditandai oleh beberapa hal antara lain.
a. individu atau kelompok bertindak sesuai norma dan nilai yang berlaku;
b. adanya lembaga sosial yang saling mendukung;
c. adanya sistem norma dan nilai sosial yang diakui dan dijunjung tinggi oleh anggota masyarakat;
d. adanya kerjasama yang harmonis dan menyenangkan.
2. Order
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, order diartikan sebagai perintah atau pesanan untk melakukan sesuatu. Dalam sosiologi, order adalah sistem norma dan nilai-nilai sosial yang berkembang, diakui, dan dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat.
Contoh order seperti perintah untuk melaksanakan kerja bakti membersihkan selokan, membersihkan halaman dan bersih desa.
3. Keajekan
Keajekan adalah gambaran suatu kondisi keteraturan sosial yang tetap dan relatif tidak berubah sebagai hasil hubungan yang selaras antara tindakan, norma, dan nilai dalam interaksi sosial. Contoh keajekan antara lain sebagai berikut:
a. Setiap pagi siswa pergi ke sekolah dengan mengenakan pakaian seragam sekolah, mengikuti pelajaran, dan kegiatan lain di sekolah.
b. Ayah pergi ke kantor untuk bekerja demi kesejahteraan keluarga.
Kegiatan para siswa dan pekerja dalam contoh tersebut bersifat tetap menurut ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan dalam kehidupan bermasyarakat.
4. Pola
Pola dalam sosiologi berarti gambaran atau corak hubungan sosial yang tetap dalam interaksi sosial. Contoh pola antara lain:
a. Seorang siswa harus menghormati gurunya.
b. Seorang harus berbakti pada orang tuanya.
Terbentuknya pola dalam interaksi sosial tersebut melalui proses cukup lama dan berulang-ulang. Akhirnya. Muncul menjadi model yang tetap untuk dicontoh dan ditiru oleh anggota masyarakat. Oleh karenanya, pola sistem norma pada masyarakat tertentu akan berbeda dengan pola sistem norma masyarakat lainnya.
Menurut Max Weber tindakan sosial adalah tindakan yang memiliki arti subyektif bagi individu dan diarahkan pada orang lain. Pada dasarnya tindakan sosial dapat dibedakan menjadi empat tipe tindakan berikut.
1. Tindakan Rasionalitas Instrumental
Tindakan yang dilakukan dengan memperhitungkan kesesuaian antara alat yang digunakan dan tujuan yang akan dicapai. Dalam tindakan ini individu memiliki macam-macam tujuan yang mungkin diinginkannya, dan atas dasar suatu kriteria menentukan satu pilihan diantara tujuan-tujuan yang saling bersaingan ini. Individu lalu menilai alat yang mungkin dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan yang dipilih tadi. Tindakan seperti ini bersifat rasional. Contoh ketika seseorang membeli laptop ia akan mempertimbangkan berbagai macam merek laptop dan kemudian menentukan pilihan terhadap suatu laptop berdasarkan jumlah alat (uang) yang ia miliki serta manfaat yang akan didapat dari pembelian tersebut.
2. Tindakan Rasionalitas yang Berorientasi Nilai
Sifat rasionalitas yang berorientasi nilai adalah dalam mempertimbangkan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan. Sedangkan tujuan tindakan itu sendiri berupa nilai-nilai yang sudah ada dan bersifat absolut. Contoh tindakan religius, dalam melaksanakan ibadah tujuannya adalah melaksanakan perintah Allah SWT untuk mendapatkan rasa damai di dalam jiwa. Sedangkan untuk mencapai tujuan tersebut individu dapat menentukan alat yang dapat digunakan. Seorang muslim dapat melaksanakan puasa, sholat tahajjud, atau beri’tikaf di mesjid.
3. Tindakan Tradisional
Merupakan tipe tindakan yang bersifat nonrasional. Tindakan ini dilakukan tanpa perhitungan secara matang, melainkan lebih karena kebiasaan yang berlaku selama ini dalam masyarakat. Satu-satunya alasan bagi individu yang melakukan tindakan tradisional adalah bahwa “inilah cara yang sudah dilaksanakan oleh nenek moyang kami, dan demikian pula nenek moyang kami sebelumnya, ini adalah cara yang sudah begini dan akan selalu terus begini”. Contoh tradisi yang dilakukan karena warisan turun temurun.
4. Tindakan Afektif
Tindakan yang irrasional karena dikuasai oleh perasaan (afeksi) ataupun emosi, tanpa perhitungan atau pertimbangan yang matang. Seseorang yang sedang mengalami perasaan meluap-luap seperti cinta, kemarahan, ketakutan atau kegembiraan, dan secara spontan mengungkapkan perasaan itu berarti sedang memperlihatkan tindakan afektif.
B. Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan semua tindakan yang berciri resiprosikal (timbal balik) atau melibatkan dua belah pihak. Interaksi sosial erat kaitannya dengan naluri manusia untuk selalu hidup bersama dengan orang lain dan ingin bersatu dengan lingkungan sosialnya. Naluri ini dinamakan gregariousness.
1. Faktor-faktor Interaksi Sosial
Menurut Soerjono Soekanto terdapa emapt faktor yang menjadi dasar proses interaksi sosial.
a. Imitasi yaitu tindakan sosial meniru sikap, tindakan, tingkah laku atau penampilan fisik seseorang.
b. Sugesti yaitu pemberian pengaruh atau pandangan dari satu pihak kepada pihak lain.
c. Identifikasi yaitu kecendrungan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan idolanya. Identifikasi merupakan bentuk lebih lanjut dari proses imitasi dan proses sugesti yang pengaruhnya telah amat kuat.
d. Simpati yaitu proses dimana seseorang merasa tertarik dengan orang lain. Rasa tertarik ini didasari oleh keinginan untuk memahami perasaan pihak lain atau bekerjasama dengannya.
2. Syarat-syarat Interaksi Sosial
a. Kontak
Kata kontak berasal dari con atau cum yang artinya bersama-sama dan kata tango yang artinya menyentuh. Jadi secara harfiah kontak berarti saling menyentuh. Dalam sosiologi, kata kontak tidak hanya berarti saling menyentuh secara fisik belaka. Kontak dapat saja terjadi tanpa saling menyentuh.
Dilihat dari wujudnya kontak sosial dibedakan menjadi:
1) Kontak antarindividu, contoh: kontak antara anak dengan orang tuanya.
2) Kontak antarkelompok, contoh: kontak antara dua kesebelasan di lapangan.
3) Kontak antara individu dan satu kelompok, contoh: kontak antara seorang pembicara dan peserta dalam suatu seminar.
Dilihat dari langsung tidaknya kontak itu terjadi, kontak sosial dibedakan menjadi berikut:
1) Kontak primer, yaitu hubungan timbal balik yang terjadi secara langsung. Contoh tatap muka, berjabat tangan.
2) Kontak sekunder, yaitu kontak sosial yang memerlukan pihak ketiga sebagai media untuk melakukan hubungan timbal balik. Contoh Yanto meminta tolong kepada Joko untuk mengajak Erna bergabung dalam kelompok diskusi yang dipimpinnya.
b. Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik sedikitnya dibutuhkan komponen-komponen sebagai berikut:
1) Pengirim atau komunikator (sender)
2) Penerima atau komunikan (receiver)
3) Pesan (message)
4) Umpan balik (feedback)
Soerjono Seokanto (1982: 60 – 61) mengemukakan bahwa arti terpenting komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut. Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan-perasaan suatu kelompok manusia atau orang perseorangan dapat diketahui oleh kelompok-kelompok lain atau orang-orang lainnya. Hal itu kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya.
C. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
1. Proses Asosiatif
Proses interaksi sosial asosiatif cenderung menciptakan persatuan dan meningkatkan solidaritas di antara masing-masing anggota kelompok. Proses interaksi sosial asosiatif meliputi kerja sama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.
a. Kerja Sama (cooperation)
Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang-perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama dibedakan menjadi beberapa bentuk berikut.
1) Kerja sama spontan (spontaneous cooperation), yaitu kerjasama yang terjadi secara serta merta.
2) Kerja sama langsung (directed cooperation), yaitu kerjasama sebagai hasil dari perintah atasan kepada bawahan.
3) Kerja sama kontrak (contractual cooperation), yaitu kerjasama atas dasar syarat-syarat tertentu yang disepakati.
4) Kerja sama tradisional (traditional cooperation), yaitu kerjasama unsur-unsur tertentu dari sistem sosial.
Menurut James D Thompson dan William J. McEwen ada lima bentuk kerja sama, yaitu sebagai berikut:
1) Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong menolong
2) Bargaining yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai mengenai pertukaran barang-barang da jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih.
3) Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.
4) Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi, karena maksud utama adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya adalah kooperatif.
5) Joint venture, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya pengeboran minyak, pertambangan batubara, perfilman, perhotelan dan seterusnya.
b. Akomodasi (Acomodation)
Akomodasi merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan pertentangan, baik dengan cara menghargai kepribadian yang berkonflik atau bisa juga dengan cara paksaan atau tekanan. Bentuk-bentuk akomodasi antara lain sebagai berikut:
1) Koersi
akomodasi yang terjadi melalui pemaksaan kehendak pihak tertentu terhadap pihak lain yang lebih lemah.
2) Kompromi
Bentuk akomodasi ketika pihak-pihak yang terlibat perselisihan saling mengurangi tuntutan agar tercapai suatu penyelesaian.
3) Arbitrasi
Bentuk akomodasi apabila pihak-pihak yang berselsisih tidak sanggup mencapai kompromi sendiri sehingga mengundang pihak ketiga yang berhak memberikan keputusan.
4) Mediasi
Bentuk akomodasi yang hampir sama dengan arbitrasi. Namun pihak ketiga yang diundang tidak berhak memberikan keputusan.
5) Konsiliasi
Bentuk akomodasi dengan mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
6) Toleransi
Bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang resimi.
7) Stalemate
Bentuk akomodasi ketika kelompok-kelompok yang terlibat pertentangan mempunyai kekuatan seimbang, sehingga pertentangan antara keduanya akan berhenti dengan sendirinya.
8) Ajudikasi
Penyelesaian masalah atau sengketa melalui jalur hukum.
c. Asimilasi
Asimilasi merupakan usaha–usaha mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok dengan mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama.
Faktor pendukung asimilasi adalah toleransi, kesempatan dibidang ekonomi yang seimbang, menghargai kebudayaan lain, terbuka, ada persamaan unsur kebudayaan, perwakilan campuran dan musuh bersama dari luar
d. Akulturasi
Akulturasi adalah proses penerimaan dan pengolahan unsur-unsur kebudayaan asing menjadi bagian dari kebudayaan suat kelompok tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan asli. Proses akulturasi dapat diketahui dari gambar berikut:
2. Proses Disosiatif
Proses –proses interaksi sosial disosiatif sering disebut sebagai oppositional processes. Proses interaksi sosial disosiatif cenderung menciptakan perpecahan dan meregangkan solidaritas di antara anggota kelompok.
a. Persaingan (Competition)
Persaingan merupakan suatu proses sosial ketika ada satu pihak atau lebih saling berlomba dan berbuat sesuatu untuk mencapai kemenangan tertentu. Persaingan terjadi apabila beberapa pihak menginginkan sesuatu yang jumlahnya sangat terbatas.
Bentuk-bentuk persaingan yang terjadi dalam masyarakat adalah sebagai berikut:
1) Persaingan ekonomi
Persaingan ini timbul karena terbatasnya persediaan apabila dibandingkan dengan julah konsumen. Persaingan merupakan salah satu cara untuk memilih produsen yang baik.
2) Persaingan kebudayaan
Terjadi sewaktu Kebudayaan Barat yang dibawa oleh orang-orang Belanda pada akhir abad ke-15 berhadapan dengan kebudayaan Indonesia.
3) Persaingan kedudukan dan peranan
Di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat keinginan-keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan yang terpandang. Apabila seseorang dihinggapi perasaan bahwa kedudukan dan peranannya sangat rendah, dia hanya menginginkan kedudukan dan peranan yang sederajat dengan orang-orang lain.
4) Persaingan ras
Sebenarnya persaingan ras juga merupakan persaingan di bidang kebudayaan. Misalnya sebelum perang Dunia Kedua, para guru berkulit putih tidak mengajar di Jepang karena kalah bersaing melawan guru-guru lokal.
Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai berikut:
1) Untuk menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif.
2) Sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai dalam masyarakat tersalurkan dengan sebaik-baiknya.
3) Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar sosial.
4) Sebagai alat untuk menyaring warga untuk mengadakan pembagian kerja.
b. Kontravensi
Kontravensi merupakan sikap menentang secara tersembunyi agar tidak sampai terjadi perselisihan secara terbuka. Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker terdapat lima bentuk kontravensi:
1) Kontravensi umum, misalnya: penolakan, keengganan, protes.
2) Kontravensi sederhana, misalnya menyangkal pernyataan orang di depan umum.
3) Kontravensi intensif, misalnya: penghasutan, penyebaran desas-desus.
4) Kontravensi rahasia, misalnya: pembocoran rahasia, khianat.
5) Kontravensi taktis, misalnya: mengejutkan pihak lawan, provokasi dan intimidasi.
c. Konflik atau Pertentangan
Konflik berasal dari bahasa latin, yakni configere artinya saling memukul. Konflik berbeda dengan persaingan dan kontravensi. Konflik berarti pertentangan atau perbedaan antara dua kekuatan yang sering disertai intimidasi dan kekerasan untuk saling menguasai. Hal ini disebabkan karena setiap individu ataupun masyarakat memiliki tata nilai dan ukuran yang berbeda dalam memandang sesuatu. Kondisi yang berbeda ini akan melahirkan cara pandang yang berbeda pula. Perbedaan yang dapat menimbulkan konflik atau pertentangan antara lain:
a. perbedaan ciri fisik (ras)
b. perbedaan emosi (perasaan)
c. perbedaan kebudayaan
d. perbedaan kepentingan
Perbedaan ini akan memuncak menjadi pertentangan apabila keinginan-keinginan mereka tidak dapat diakomodasikan, sehingga masing-masing pihak berusaha untuk menghancurkan lawan disertai ancaman dan kekerasan.
D. Keteraturan Sosial Sebagai Hasil Interaksi Sosial
Setiap masyarakat selalu mendambakan ketenteraman dalam hidupnya. Ketenteraman tersebut dapat terjadi apabila hubungan-hubungan sosial di antara anggota masyarakat dan sistem kemasyarakatan berlangsung secara teratur sesuai nilai dan norma yang berlaku. Kondisi masyarakat yang teratur akan menciptakan hubungan sosial dan kehidupan sosial yang tertib, harmonis, dan teratur. Ada beberapa unsur keteraturan sosial, yakni tertib sosial, order, keajekan, dan pola.
1. Tertib Sosial
Tertib sosial adalah gambaran tentang kondisi kehidupan atau suatu masyarakat yang teratur, dinamis, dan aman sebagai akibat adanya hubungan yang selaras antara tindakan, norma, dan nilai sosial dalam interaksi sosial.
Kehidupan suatu masyarakat yang tertib ditandai oleh beberapa hal antara lain.
a. individu atau kelompok bertindak sesuai norma dan nilai yang berlaku;
b. adanya lembaga sosial yang saling mendukung;
c. adanya sistem norma dan nilai sosial yang diakui dan dijunjung tinggi oleh anggota masyarakat;
d. adanya kerjasama yang harmonis dan menyenangkan.
2. Order
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, order diartikan sebagai perintah atau pesanan untk melakukan sesuatu. Dalam sosiologi, order adalah sistem norma dan nilai-nilai sosial yang berkembang, diakui, dan dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat.
Contoh order seperti perintah untuk melaksanakan kerja bakti membersihkan selokan, membersihkan halaman dan bersih desa.
3. Keajekan
Keajekan adalah gambaran suatu kondisi keteraturan sosial yang tetap dan relatif tidak berubah sebagai hasil hubungan yang selaras antara tindakan, norma, dan nilai dalam interaksi sosial. Contoh keajekan antara lain sebagai berikut:
a. Setiap pagi siswa pergi ke sekolah dengan mengenakan pakaian seragam sekolah, mengikuti pelajaran, dan kegiatan lain di sekolah.
b. Ayah pergi ke kantor untuk bekerja demi kesejahteraan keluarga.
Kegiatan para siswa dan pekerja dalam contoh tersebut bersifat tetap menurut ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan dalam kehidupan bermasyarakat.
4. Pola
Pola dalam sosiologi berarti gambaran atau corak hubungan sosial yang tetap dalam interaksi sosial. Contoh pola antara lain:
a. Seorang siswa harus menghormati gurunya.
b. Seorang harus berbakti pada orang tuanya.
Terbentuknya pola dalam interaksi sosial tersebut melalui proses cukup lama dan berulang-ulang. Akhirnya. Muncul menjadi model yang tetap untuk dicontoh dan ditiru oleh anggota masyarakat. Oleh karenanya, pola sistem norma pada masyarakat tertentu akan berbeda dengan pola sistem norma masyarakat lainnya.
Previous
Newer PostNext
Older PostRelated Posts
Sinau Sosiologi (Belajar Sosiologi)
Updated at:
11:39:00 PM
TES
»
Sinau Sosiologi (Belajar Sosiologi)