Welcome to a new kind of tension.
All across the alienation.
Where everything isn’t meant to be okay.
Television dreams of tomorrow.
We’re not the ones meant to follow.
For that’s enough to argue..
All across the alienation.
Where everything isn’t meant to be okay.
Television dreams of tomorrow.
We’re not the ones meant to follow.
For that’s enough to argue..
(American Idiot-Green Day)
Lirik dari grup musik Green Day di atas tampaknya menjadi sebuah bait yang sangat menjelaskan kondisi nyata dari pola pembentukan realitas sosial saat ini. Media massa, termasuk televisi, menjadi ikon pembentuk konstruksi sosial. Media pun menjadi pembentuk kuasa kebenaran dalam realita sosial. Norma-norma kehidupan cenderung dipegang oleh media.Peran media dalam pembentukan opini semakin masif dalam beberapa dekade terakhir. Semakin pentingnya peran media dalam pembentukan opini publik tidak terlepas dari pesatnya peningkatan teknologi informasi dan komunikasi. Jika pada 10 tahun sebelumnya seseorang masih sulit untuk dapat mengakses internet, namun hari ini setiap orang dapat mengakses internet secara mobile. Jika 10 tahun sebelumnya jumlah stasiun televisi sangat terbatas, namun hari ini jumlah stasiun televisi semakin banyak dan dengan tingkat coverage yang lebih luas. Bahkan, hari ini kita dapat mengakses jaringan internasional, sesuatu yang mustahil dilakukan pada beberapa tahun yang lalu.
Walaupun tidak semasif beberapa tahun terakhir, media di masa lalu juga memiliki peran yang besar dalam membentuk opini publik. Contohnya adalah bagaimana publik melihat Sukarno sebagai seorang pemimpin besar Indonesia. Lewat radio pada saat itu, Sukarno berhasil membangun citra pemimpin kharismatik di masyarakat Indonesia, walaupun sebagian masyarakat mengetahui bahwa dalam praktek Sukarno adalah pemimpin yang otoriter. Namun sekali lagi, peran media telah menggeser opini publik terhadap citra Sukarno dari seorang pemimpin diktator menjadi pemimpin yang kharismatik dan dibanggakan oleh masyarakat Indonesia.
Peranan media masa tersebut tentunya tidak dapat dilepaskan dari arti keberadaan media itu sendiri. Marshall McLuhan, seorang sosiolog Kanada mengatakan bahwa ”media is the extension of men”. Pada awalnya, ketika teknologi masih terbatas maka seseorang harus melakukan komunikasi secara langsung. Tetapi, seiring dengan peningkatan teknologi, maka media massa menjadi sarana dalam memberikan informasi, serta melaksanakan komunikasi dan dialog. Secara tidak langsung, dengan makna keberadaan media itu sendiri, maka media menjadi sarana dalam upaya perluasan ide-ide, gagasan-gagasan dan pemikiran terhadap kenyataan sosial (Dedy Jamaludi Malik, 2001: 23)
Dengan peran tersebut, media massa menjadi sebuah agen dalam membentuk citra di masyarakat. Pemberitaan di media massa sangat terkait dengan pembentukan citra, karena pada dasarnya komunikasi itu proses interaksi sosial, yang digunakan untuk menyusun makna yang membentuk citra tersendiri mengenai dunia dan bertukar citra melalui simbol-simbol (Nimmo, 1999). Dalam konteks tersebut, media memainkan peranan penting untuk konstruksi realitas sosial.
Sebagai seorang praktisi media massa, Direktur Pemberitaan TV One, Karni Ilyas atau biasa disebut ”Bang One”, telah menunjukan betapa strategisnya peran media dalam pembentukan realitas sosial. Berbagai contoh seperti pencitraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2004, kasus Manohara yang mengkonstruksi opini masyarakat bahwa dia sebagai orang yang perlu dilindungi, dan terakhir adalah citra terhadap KPK sebagai institusi pemberantasan korupsi; tidak dapat dilepaskan dari peran media dalam membentuk opini publik.
Namun, Karni Ilyas menyatakan bahwa pembentukan opini publik tidak sepenuhnya menjadi monopoli media massa. Masyarakat juga memiliki peran dalam mencerna informasi yang didapat dari media. Dalam hal itu, maka faktor relativisme budaya masyarakat menjadi hal yang penting dalam proses keberterimaan sebuah opini publik.
Dengan perannya yang sangat besar dalam pembentukan opini publik, maka sudah sejatinya gerakan mahasiswa dapat memanfaatkan keran-keran media massa dalam melakukan adovokasi kebijakan publik. Penyebaran diskursus-diskursus dalam public sphare inilah yang seharusnya lebih dimaksimalkan oleh gerakan mahasiswa agar gerakan mahasiswa lebih efektif dalam mencapai tujuan-tujuan gerakannya.
0 komentar :
Post a Comment