Mazhab Frankfurt atau
Mazhab Teori Kritis yang sudah mulai lazim dikenal di kalangan
akademis, sesungguhnya adalah mazhab pemikiran di Jerman yang muncul
sekitar 1923. Disebut Mazhab Frankfurt, karena pada awalnya mazhab ini
berasal dari Universitas FrankfurtInstitut fur Socialforchung (Institut Penelitian Sosial) yang merupakan jurusan resmi di universitas tersebut.oleh sebuah lembaga yang bernama
Mark Horkheimer adalah filsuf generasi pertama dari Mazhab Frankfurt. Ia bahkan sempat menjabat sebagai Direktur Institut fur Socialforchung.
Walaupun Horkheimer bukan pemikir paling cemerlang dari mazhab ini,
tapi lewat Horkheimerlah, Mazhab Frankfurt memiliki justifikasi untuk
menjadi mazhab tersendiri dalam ilmu pengetahuan.
Generasi
pertama Mazhab Frankfurt adalah Mark Horkheimer, Theodor Adorno, Walter
Benjamin dan Herbert Marcuse. Sedangkan generasi kedua dari Mazhab Frankfurt adalah Jurgen Habermas yang merupakan filsuf paling cemerlang dari mazhab ini.
Kritik Terhadap Positivisme
Masuknya
Mazhab Frankfurt ke dalam aliran pemikiran, memiliki arti terjadinya
suatu pembalikan tradisi pemikiran sebelumnya, yaitu: positivisme.
Pemikiran Mazhab Frankfurt berusaha memperjelas secara rasional
kehidupan manusia moderen dan melihat akibat-akibatnya dalam kemanusiaan
dan dalam kebudayaan, serta mengkritisi pemikiran-pemikiran abad ke-18
berkaitan dengan penerapan positivisme, masa pencerahan (aukflarung) yang menjadikan manusia menjadi tuan atas dirinya sendiri, tapi diperbudak oleh mesin, sehingga tidak bebas dan merdeka.
Positivisme
sebagai paham keilmuan meyakini puncak ilmu pengetahuan manusia adalah
ilmu berdasarkan fakta-fakta keras (terukur dan teramati), dan
ciri-cirinya antara lain: pertama, ilmu adalah bebas nilai; kedua,
pengetahuan yang absah hanya pada fenomena semesta. Metafisika yang
mengandaikan sesuatu di belakang fenomena ditolak mentah-mentah; ketiga, semesta direduksi menjadi fakta yang dapat dipersepsi; keempat, paham tentang keteraturan peristiwa di alam semesta yang menisbikan penjelasan di luar ketentuan tersebut; kelima, semua gejala alam dapat dijelaskan secara mekanikal-determinisme seperti layaknya mesin.
Mazhab
Frankfurt tidak bersepaham dengan pandangan ini. Mazhab Frankfurt
memandang ilmu pengetahuan moderen yang dilatar-belakangi saintisme atau
positivisme sudah menghasilkan masyarakat yang irrasional, ideologis
dan terasing.
Bencana Modernitas
Kecuali
itu, sebagaimana yang sudah disebut di atas, berkembangnya positivisme
dan proyek pencerahan mengubah fungsi tenaga manusia dengan mesin. Hal
ini agaknya disadari betul oleh Horkheimer dan Adorno – sebagai dua
pemikir Mazhab Frankfurt generasi pertama – di mana dirasakan kemenangan
yang diperoleh merupakan kemenangan yang penuh bencana.
Hal
yang juga mengerikan dari proyek pencerahan dan akibat positivisme
adalah menggunakan alam sebagai instrumen untuk menindas sesama manusia.
Krisis lingkungan juga adalah akibat buruk dari kecenderungan demikian.
Penemuan bom, senjata nuklir dan sebagainya yang harusnya dipakai untuk
mewujudkan perdamaian, justru dipandang sebagai bentuk persenjataan
yang lebih efektif, sehingga apa yang dimaui manusia untuk dipelajari
dari alam adalah bagaimana menguasai alam, mengeksploitasinya dan pada
akhirnya menjajah sesamanya.
Saat
ini manusia moderen yang mengandaikan pencerahan nyatanya sudah
kehilangan kekritisannya dan seolah-olah hanya berpijak pada satu nilai
dimensi kebenaran. Kebenaran itupun adalah kebenaran positivisme yang
absurd, karena mengagungkan aspek fungsional belaka dan tak melihat
substansi yang ada di dalamnya.
Akibatnya,
manusia dalam aspek ilmu pengetahuan, seni dan filsafat, pemikiran dan
laku sehari-hari, sistim politik, ekonomi dan penerapan teknologi hanya
berjalan di permukaan belaka, sehingga tidak pernah merasakan ada yang
tidak beres dengan kehidupan yang mereka jalani. Mereka seolah-olah
sudah merasa nyaman dengan satu dimensi dari kehidupan moderen mereka,
yang sejatinya tidak dipungkiri adalah bibit-bibit bencana baginya,
lingkungan dan sesamanya itu, juga ancaman bagi gnerasi-generasi mereka
selanjutnya.